Softskill Perekonomian Indonesia
ANGGARAN PEMERINTAH DAN KONTROVERSI KENAIKAN HARGA BBM
Tugas ke-3
Disusun Oleh:
Kelompok 11
- Geni Enka Lestari (23211029)
- Luthfi Yuliana (28211180)
- Shinta Amelia D (29211160)
- Wiris Eria R (28211069)
1EB25
S1-Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma, J1 Kalimalang
April
2012
ANGGARAN PEMERINTAH DAN KONTROVERSI KENAIKAN HARGA BBM
1Minyak Bumi yang dalam bahasa Inggris “petroleum”, dari bahasa Latin “petrus” yang berarti karang dan oleum minyak. Minyak Bumi ini dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar yang berada dalam lapisan atas dari beberapa area di kerak Bumi. Minyak Bumi ini terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hydrocarbon, sebagian seri alkana, tetapi bervariasi dalam komposisi, kemuriannya dan penampilannya. Minyak Bumi di ambil dari sumur minyak di pertambangan- pertambangan yang berasal dari dalam perut Bumi. Setelah itu, minyak Bumi akan dip roses di tempat pengilangan miyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin da minyak tanah sampai aspal. Minyak Bumi digunakan untuk memproduksi berbagai barang dan material yang dibutuhkan manusia (id.wikipedia.org).
Minyak mentah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Minyak mentah, salah satunya diolah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium. Logikanya Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak dapat diperbaharui tersebut sebaiknya jangan dipergunakan secara terus-menerus untuk menghindari kelangkaan di masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya, besarnya konsumsi atas permintaan Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya premium sangat tinggi atau lebih besar dibandingkan cadangan Bahan Bakar Minyak yang tersedia di dalam perut Bumi. Seiring bertambahnya penjualan kendaraan bermotor permintaan akan Bahan Bakar Minyak juga semakin meningkat. Bisa dikatakan penjualan kendaraan merupakan salah satu faktor yang memicu akan penambahan konsumsi terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM).
Ironisnya Indonesia yang termasuk asalah satu negara penghasil minyak bumi ini, mengalami kondisi dimana negara mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan konsumsi akan Bahan Bakar Minyak kepada masyarakat atau rakyatnya. Di Indonesia, harga BBM sering mengalami kenaikan disebabkan alasan Pemerintah yang ingin mengurangi subsidi. Tujuan dari pengurangan tersebut dikatakan adalah agar dana yang sebelumnya digunakan untuk subsidi dapat dialihkan untuk hal-hal lain seperti pembuatan dan perbaikan terhadap sarana dan prasarana pendidikan, maupun umum, serta pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, kenaikan harga BBM mengakibatkan terjadinya kenaikan pada harga barang-barang lainnya seperti barang konsumen, sembako dan bisa juga tarif listrik sehingga selalu ditentang masyarakat dan memicu reaksi dari berbagai kalangan yang ditandai dengan adanya demonstrasi yang terjadi di seluruh pelosok negeri Indonesia. Demonstrasi ini timbul dikarenakan kebijakan yang diambil Pemerintah tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat dikarenakan masyarakat menganggap bahwa Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital (penting) dalam semua aktifitas ekonomi.
Masyarakat menuntut agar Pemerintah lebih memerhatikan keadaan mereka, khususnya pada taraf hidup mereka yang dilihat dari pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang masih banyak di bawah rata-rata suatu masyarakat yang sejahtera dan bercukupan pada suatu Negara. Masyarakat meminta Pemerintah untuk mempertimbangkan dan mengurungkan rencana atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut. Namun, dilain pihak Pemerintah dengan lantang berkata jika harga Bahan Bakar Minyak tersebut khususnya premium yakni Bahan Bakar Minyak yang bersubsidi ini jika tidak dinaikkan maka Pemerintah akan merugi besar, yang akan berimpas pada besarnya Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN) yang harus dikeluarkan Pemerintah untuk hal ini, dan ,melakukan perombakkan pada Rancangan Anggaran Pegeluaran Belanja Negara (RAPBN), serta merupakan salah satunya cara untuk menghindari akan adanya pembengkakan pengeluaran anggaran belanja tersebut adalah dengan cara menaikkan harga Bahan Bakar Minyak, khususnya premium yang bersubsidi. Lanjut Pemerintah memberitahukan bahwa harga Bahan Bakar Minyak harus dinaikan dikarenakan adanya kenaikan pada harga minyak mentah di tingkat Internasional.
2Menurut Pemerintah makna “subsidi” adalah sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan. Dan ketidakbenaran selanjutnya adalah sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-“brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan: “Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.
Masalah yang terjadi selanjtunya adalah karena mereka sudah di-“brain wash” bahwa harga adalah yang berlaku di pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509 per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500 per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”. Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Pikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Karena harga BBM yang sesuai dengan ketentuan UUD tersebut ditentukan oleh hikmah kebijaksanaan yang didasarkan atas tiga prinsip, yaitu: kepatutan, daya beli masyarakat, dan nilai strategis untuk keseluruhan sektor-sektor lainnya dalam pembangunan. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.” Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.” Ini benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP, Ujar, “Bapak Kwik Kian Gie”.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka yang sebagai berikut:
Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitungkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun
¯ Pertamina diperintahkan membeli dari:
Pemerintah
|
37,7808 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 224,5691tr
|
Pasar internasional
|
25,2192 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 149,903 tr
|
Jumlahnya
|
63 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 374,4721 tr
|
Biaya LRT
|
63 milyar liter @Rp. 566
|
Rp. 35,658 tr
| |
Jumlah Pengeluaran Pertamina
|
Rp. 410,13 tr
| ||
Hasil Penjualan Pert
|
63 milyar liter @ Rp. 4.500
|
Rp. 283,5 tr
| |
Pertamina defisit/tekor/kekurangan tunai
|
Rp. 126,63 tr.
|
Penjabaran di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong!!! Kita lihat baris paling atas dari penjabaran dengan huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditampilkan atau dipublikasikan kepada masyarakat umum hanyalah defisitnya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditanggung oleh Pemerintah (kwikkiangie.com).
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah
|
Rp. 224,569 trilyun
|
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah
|
(Rp. 126,63 trilyun)
|
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah
|
Rp. 97,939 trilyun
|
Data-data di atas yang dikemukakan oleh bapak Kwik Kian Gie yang merupakan salah satu pengamat ekonomi politik di Indonesia ini merupakan atau berasal dari implementasi dari keadaan perekonomian Indonesia dan kontroversi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi akhir-akhir ini yang tepatnya terjadi pada akhir Maret hingga 1 April 2012. Data yang dijabarkan diatas di perkuat oleh Bapak Kwik Kian Gie dengan melakukan penetilian dan perhitungan terhadap Anggaran Negara yang menunjukan bahwa Pemerintah berbohong telah merugi besar akan adanya BBM yang bersubsidi tersebut, adapun perhitungannya (terlampir pada lampiran 3).
Kontroversi kenaikan harga minyak ini dibuat oleh Pemerintah dengan dalih yang bertujuan untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Dan untuk melancarkann dilakukan kenaikan BBM ini Pemerintah melakukan suatu tindakan yang menarik masyarakat untuk dibberikannya Bantuan Langsung Sementara yang akan diberikan kepada rakyat miskin setiap bulannya. Dengan BLS ini bahkan pemerintah sangat yakin bisa menekan jumlah orang miskin.
Sungguh suatu perhitungan yang teramat matematik dan statik yang seolah-olah menempatkan 280 juta penduduk Indonesia ini bagaikan mesin tanpa jiwa dan emosi di dalam belenggu dan terisolasi.
Namun, satu hal lain yang menelisik penulis untuk diutarakan yakni adalah adanya modus lain yang terdapat di belakang adanya kontroversi rancangan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi pada sekarang ini adalah adanya penambahan ayat 6A mengenai pada pasal 28 tentang Anggaran Belenja Negara yang mendukung dan melancarkan pemerintah dengan mudahnya dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tanpa pertimbangan kembali apabila terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di tingkat harga Internasional naik sebesar 10%.
Dengan berkembangnya kontroversi pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM tersebut, penulisan ini berusaha mengetahui dampak langsung peristiwa kenaikan BBM terhadap kondisi masyarakat kecil di Indonesia. Adapun dampak-dampak yang dirasakan oleh masyarakat apabila terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) antara lain, dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak dapat menimbulkan suatu ekspektasi inflasi dari masyarakat yang dapat mempengaruhi kenaikan harga berbagai jenis barang atau jasa. Ekspektasi inflasi ini muncul karena pelaku pasar terutama pedagang eceran ikut terpengaruh dengan kenaikan harga BBM dengan cara menaikkan harga barang-barang dagangannya. Dan biasanya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat terjadi ketika isu kenaikan harga BBM mulai terdengar. Perilaku kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat setelah terjadi kenaikan harga beberapa jenis BBM seperti premium (bensin pompa), solar, dan minyak tanah dari waktu ke waktu relatif sama. Misalnya, dengan naiknya premium sebagai bahan bakar transportasi akan menyebabkan naiknya tarif angkutan. Dengan kenaikan tarif angkutan tersebut maka akan mendorong kenaikan harga barang-barang yang banyak menggunakan jasa transportasi tersebut dalam distribusi barangnya ke pasar, dan berimbas pada kenaikan harga-harga yang terjadi di semua komoditas.
Kenaikan harga BBM memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya dan juga berdampak bagi dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada pos-pos biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk. Efek bagi dunia usaha dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead pabrik karena naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut ditambah pula tuntutan dari karyawan untuk menaikkan upah yang pada akhirnya keuntungan perusahaan menjadi semakin kecil. Untuk menyiasati kenaikan harga BBM bagi para produsen adalah dengan cara makin kreatif, mencoba memberikan nilai tambah produk dari aspek yang tidak menjadikan harga naik, seperti aspek desain, model dan aplikasi yang menarik. Hal ini perlu dilakukan agar harga produk tidak ikut naik terlalu tinggi.
Di lain pihak dengan adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut akan menambah dan memperberat beban hidup masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Yang akan berimbas pada turunnya daya beli masyarakat yang akan mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi dari banyak perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan yang pada ahirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
Dampak lain dari kenaikan Bahan Bakar Minyak adalah menyebabkan terjadinya inflasi seperti yang terjadi pada tahun 2005 yakni terjadi inflasi kumulatif Januari sampai dengan September 2005 sebesar 9,1 persen, inflasi bulan Oktober sebesar 8,7 persen tentu saja tergolong luar biasa sehingga membuat inflasi kumulatif Januari sampai Oktober menjadi 15,6 persen. Inflasi Oktober berdasarkan perhitungan "tahun ke tahun" (year on year) lebih tinggi lagi, yakni 17,9 persen., selain itu kenaika terhadap Bahan Bakar Minyak ini diperkirakan akan menambah daftar masyarakat yang menjadi pengangguran seperti yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2005 yang berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), pada saat terjadi kenaikan harga BBM terjadi peningkatan pengangguran terbuka sebanyak 426.000 pekerja (www.gudangmakalah.blogspot.com).
Dari tulisan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah tidak bisa mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan rakyatnya. Pemerintah tidak amanah dalam mengemban tugas yang diserahkan dan dipercayakan dari rakyatnya. Terbukti dengan adanya pernyataan dari Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 trilyun, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun. Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan sekedar menutup “bolongnya” APBN.
Penulis berharap pemerintah lebih peka pada derita rakyatnya sendiri dan lebih memperihatikan kesejahteraan dan kebutuhan rakyatnya, khususnya masyarakat kecil. Kepentingan Nasional harus di atas segala-galanya. Rakyat harus berdaulat secara politik dan ekonomi, serta keadilan harus jadi acuan dari struktur sistem pemerintahan Indonesia. Banyak pilihan kebijakan yang masih tersedia untuk mewujudkannya asalkan kita mau mengubah pola pikir kita yang selama ini terlalu dibelenggu oleh pegaturan perekonomian Negara maju yang kelembangaannya sudah sedemikian lengkap, dan tidak korup.
1 Dikutip dari id.wikipwdia.org
2 Kwik Kian Gie dalam forum diskusi Kwik Kian Gie
a Gambar Negara-negara penghasil minyak Bumi
DAFTAR REFERENSI
Gie, Kwik Kian. (2012). Kebijakan Tentang BBM Yang Sejak Lama Sudah Kacau Balau. Retrieved from http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/kebijakan-harga-bbm-bertentangan-dengan-konstitusi-dan-sarat-dengan-penyesatan-artikel2/ dalam Forum Diskusi Kwik Kian Gie – Mari Kita Bersiskusi.htm diunduh pada tanggal 9 April 2012
Gie, Kwik Kian. (2012). Kebijakan Tentang BBM Yang Sejak Lama Sudah Kacau Balau. Retrieved from http://kwikkiangie.com/v1/kebijakan-tentang-bbm-yang-sejak-lama-sudah-kacau-balau dalam Forum Diskusi Kwik Kian Gie – Mari Kita Bersiskusi.htm diunduh pada tanggal 9 April 2012
Gie, Kwik Kian. (2012). Kontroversi Kenaikan Harga BBM. Retrieved from http://kwikkiangie.com/v1/2012/03/kontroversi-kenaikan-harga-bbm/ dalam Forum Diskusi Kwik Kian Gie – Mari Kita Bersiskusi.htm diunduh pada tanggal 9 April 2012
Harisa, M. (2009). Pengaruh Kenaikan BBM Terhadap Kondisi Masyarakat Kecil. Retrieved from www.gudangmakalah.blogspot.com diunduh pada tanggal 10 April 2012
Wikipedia. Minyak Bumi. Retrieved from http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_bumi diunduh pada tanggal 10 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar