1.
Seberapa besar peranan kurs valuta asing berpengaruh pada perekonomian
Indonesia?
Dalam pembayaran antar negara ada suatu
kekhususan yang tidak terdapat dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri. Sebab
semua negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri, yang berlaku sebagai
alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas daerah kekuasaan itu sendiri,
tetapi belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi pembayaran antar negara harus
menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang harus dipertukarkan satu sama
lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah yang membuat perdagangan dan
pembayaran internasional menjadi perkara yang rumit, maka dari itu dibuatlah
alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara (antarnegara) atau
disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta asing.
Kurs
valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai
mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/ dikorbankan
untuk mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan
kata lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar
yang menggambarkan banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan
satu unit dollar dalam kurun waktu tertentu. Kurs valuta asing adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam
valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,-
v Penentuan Kurs Valuta Asing
Pada dasarnya ada tiga
sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau nilai tukar valuta
asing:
1.
Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas
sebagai standard atau patokannya.
2. Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan
penawaran valuta asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam
hal ini kurs bisa naik – turun dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang
kurs mengambang (floating rates)
3. Kurs dibuat stabil berdasarkan perjanjian
internasional yaitu ditetapkan oleh pemerintah/bank sentral dalam perbandingan
tertentu dengan dollar atau emas sebagai patokan.
v Akibat kurs yang tidak sesuai
Apabila mata uang
suatu negara dinilai terlalu tinggi
dibandingkan dengan valuta lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan
daya beli yang sesungguhnya atau disebut over
valued), akibatnya ekspornya akan macet dan impornya didorong terlalu
besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran terancam.
Hal yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah
atau under valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya
belinya yang sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan
macet.
Dari pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran
valuta asing terhadap perekonomian di indonesia sangat penting. Karena
valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang
diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau
devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh
dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum)
atau kredit bank luar negeri (devisa kredit).
2.
Bagaimana kebijaksanaan Perekonomian Indonesia selama :
a.
Periode 1966 – 1969
Kebijaksanaan perekonomian
Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah pembersihan
proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif terutama dari
faham-faham komunisme.
§
Titik
berat pada periode 1966-1969:
1. Penurunan
tingkat inflasi
2. Proses
produksi yang tidak efektif dan efisien
3. Penggunaan
pendapatan yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang proses pembangunan
§ Kebijakan perekonomian Indonesia
selama periode 1966 – 1969
Rencana pembangunan nasional semesta
berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960”
untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat atau kelemahannya
antara lain:
1) Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah
ekonomi yang lazim. Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan
hyper inflasi.
2) Kondisi ekonomi dan politik saat
itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang
konfrontatif.
3) Sementara di dalam negeri pemerintah
selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi”
(Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian
Kompas, 1982).
§
Beberapa kebijaksanaan ekonomi –
keuangan:
1) Dengan Keputusan Menteri Keuangan
No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan
keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian
Indonesia.
2) Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden
Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei
1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan
kepegawaian.
3) Pokok perhatian diberikan pada aspek
perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan
wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya
dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).
b.
Periode Pelita I (1 April 1969
- 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru.
·
Tujuan Pelita I
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
·
Sasaran Pelita I
Pangan, sandang,
perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.
·
Titik Berat Pelita I
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970
kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan
tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971
membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan
pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor,
kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada
sektor pertanian serta industri yang (langsung)
mendukung sektor pertanian (misalnya pabrik pupuk dan alat alat
pertanian).
c.
Periode Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri
yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu,
timah). Sasaran
yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana
dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir
kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan
kredit investasi kecil (KIK).
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini
adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya
saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam
negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58
milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522
milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang
dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing
komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia
tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea
masuk komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun.
Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi.
Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
d.
Periode Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita
III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita III ini
menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada
pangan, serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang
jadi. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan. Inti dari
kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi
Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
1. Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis.
e. Periode Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan
pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri,
baik industri berat maupun industri
ringan. Hasil yang
dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia
berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil
swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar
bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program
KB dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh dari kebijakan yang dilakukan pemerintah
dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut:
- Kebijakan Inpres No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non
migas dan pengurangan biaya tinggi dengan :
a) Pemberantasan pungli
b) Mempermudah prosedur kepabeanan
c) Menghapus dan memberantas biaya siluman
- Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang
ekspor dan penanaman modal.
- Paket Devaluasi 1986 : karena jatuhnya harga minyak dunia yang
didukung dengan kebijakan pinjaman luar negeri.
- Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan penanaman modal dengan cara :
a)
Penurunan bea masuk impor
untuk komoditi bahan penolong dan
bahan baku
b)
Proteksi produksi yang
lebih efisien
c)
Kebijakan penanaman modal
- Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi,
inovasi, dan produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas)
guna meningkatkan ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
a.
Penyempurnaan dan
penyederhanaan ketentuan impor
b.
Pembebasan dan keringanan
bea masuk
c.
Penyempurnaan klasifikasi
barang
6. Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang
ekonomi dalam rangka memperlancar perijinan
(deregulasi).
7. Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar
modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya pembangunan.
8. Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan
debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
9. Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan dibidang
keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk
melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi mengenai deregulasi dalam
hal pendirian perusahaan asuransi
f.
Periode Pelita V
Menitikberatkan sektor
pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan
produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang
menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri
pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat mengahsilkan mesin mesin
industri.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka
panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua,
yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses
tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan pada pengawasan,
pengendalian dan upaya produktif untuk mempersiapkan proses tinggal landas
menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, yakni kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal.
Adapun
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor dalam negeri:
1)
Kebijakan Moneter
Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur
perekonomian melalui tingkat bunga.
a)
Kebijakan Moneter Kuantitatif
Mengatur
tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI, merubah tingkat
bunga diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh
setiap bank umum
b)
Kebijakan Moneter Kualitatif
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum /lembaga
keuangan lainnya baik manajemen maupun produk yang ditawarkan untukmendukung
kebijakan moneter kuanitatif bank Indonesia
2) Kebijakan Fiskal
Tindakan pemerintah dalam mengatur
ekonomi melalui anggaran belanja negara.
§
Macam-macam kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
1.
Pajak langsung dan pajak
tidak langsung
2.
Pajak regresif, sebanding
dan progresif
3.
Penerimaan pemerintah,
pengendali tingkat pengeluaran masyarakat
4.
Untuk lebih memeratakan
distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.
Adapun
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor luar negeri:
1.
Kebijakan Menekan Pengeluaran
Dilakukan dengan cara
mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara :
a. Menaikkan pajak pendapatan
b. Menaikkan tingkat bunga
c. Mengurangi pengeluaran pemerintah
2.
Kebijakan Memindahkan Pengeluaran
Cara :
1. Memaksa
a)
Mengenakan tarif dan atau
kuota
b)
Mengawasi pemakaian
valuta asing
2. Rangsangan
a)
Ekspor : mengurangi pajak
komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan biaya
siluman
b)
Menstabilkan harga dan
upah di dalam negeri
c)
Melakukan devaluasi
g. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
§ Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri
dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan
minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari
$0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya
adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor
Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung
sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu
berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang
politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh
pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi
partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas
seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui
memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di
akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat
dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan
dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
§ Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke
yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997.
Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan
akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas
di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela,
Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun
perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya
alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan
(Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi
tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan
berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah
wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur,
dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya
perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian
Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
·
Dampak
Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru:
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun
dapat terlihat secara konkrit.
2. Indonesia mengubah status dari
negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras
sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang
diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan
angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
·
Dampak
Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru:
1. Kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber daya alam
2.Perbedaan ekonomi antardaerah,
antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
3. Terciptalah kelompok yang
terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis
yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
5. Pembagunan yang dilakukan hasilnya
hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan
cenderung terpusat dan tidak merata.
6. Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan.
7. Meskipun pertumbuhan ekonomi
meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya
kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar
seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut
menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir
tahun 1997.
Daftar Referensi:
· Adypato. (2010). Kondisi ekonomi
indonesia pada masa orde baru. Retrieved from http://adypato.wordpress.com/2010/06/16/kondisi-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru// diunduh pada tanggal 12 Maret2012.
· Boediono, Dr. (1994). Ekonomi
Internasional Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE.
· Dani. (2010). Masa
Reformasi. Retrieved from http://dani.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/09/masa-reformasi/
diunduh pada tanggal 15 Maret 2012.
· Gilasro, T. Drs. (1991). Pengantar ilmu ekonomi bagian makro. Yogyakatra: Kanisius
· Gunadarma. Modul
perekonomian indonesia bab 6 peran sektor luar negeri pada perekonomian
indonesia. Retrieved from http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab6-peran_sektor_luar_negeri_pada_perekonomian_indonesia.pdf
diunduh pada tanggal 12 Maret 2012.
· Gunadarma. Modul
perekonomian indonesia bab 7 kebijaksanaan pemerintah. Retrieved from http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab7-kebijaksanaan_pemerintah.pdf.
diunduh pada tanggal 15 Maret 2012.
· Mukhyi, M. A. (2011). Kebijakan-kebijakan
pemerintah. Dipublikasikan Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma diunduh pada
tanggal 12 Maret 2012.
· Sjahrir, Dr. (1995). Moneter,
Perkreditan dan Neraca Pembayaran Persoalan Ekonomi Indoensia. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
· Subandi, Dr, M.M. (2007).
Sistem Perekonomian Indonesia.
Bandung: Alfabeta.
· Tamburan, Tulus T,H., Dr. (1996) Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
· Tambunan, Tulus T.H., Dr. (2001). Perekonomian
Indonesia Teori dan temuan
Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
· Wartawarga, Gunadarma. (2011). Sejarah Ekonomi Indonesia (Orde lama-Era
Reformasi). Retrieved
from http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/sejarah-ekonomi-indonesia-orde-lama-era-reformasi-2/
diunduh pada tanggal 12 Maret 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar