Sabtu, 05 Oktober 2013

PEREKONOMIAN INDONESIA


PEREKONOMIAN INDONESIA


Keadaan perekonomian Indonesia pada saat ini menunjukkan tanda-tanda yang kurang baik, walaupun tidak seburuk keadaan perekonomian di tahun 1998, tetapi tidak sebaik tahun 2011 dan tahun 2012. Situasi perekonomian Indonesia dapat dikatakan dalam kondisi gawat dan tidak pasti (bermasalah). Di dalam pertumbuhan perekonomiannya, Indonesia sering kali di hantam masalah-masalah ekonomi dan terkena dampak krisis secara global. Keadaan perekonomian Indonesia berfluktuasi dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Untuk dapat keluar dari permasalahan ekonomi ataupun krisis ekonomi dibutuhkan hubungan sinergis dan hilirisasi dari pemerintah, masyarakat, serta semua pelaku ekonomi yang berperan bahu-membahu dalam menghadapi tantangan ekonomi yang datang silih berganti. Peran aktif Pemerintah yang mendominasi, tegas dan membimbing masyarakat, dan pelaku-pelaku ekonomi sangat diperlukan dalam pelaksanaan pemecahan solusi masalah-masalah yang dihadapi. Pengembangan infrastruktur juga harus dilakukan, dimana infrastruktur tersebut baik dalam bentuk fisik maupun kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan agar perekonomian Indonesia dapat pulih kembali dan semakin maju.

Pada saat ini Indonesia ikut terkena dampak dari melambatnya pertumbuhan perekonomian dunia. Dampak langsung yang dirasakan Indonesia adalah semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, yang mengakibatkan harga-harga komoditas ekspor yang anjlok sehingga penerimaan ekspor pun turun. Hal ini mengakibatkan penerimaan negara Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan pengeluarannya (defisit membengkak). Selain menurunnya ekspor, adanya perubahan kebijakan moneter di negara adikuasa Amerika Serikat juga ikut mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Amerika Serikat memperketat likuiditas global atau memperketat pembiayaan. 

Wakil Presiden Boediono menyebutkan kegawatan ekonomi saat ini belum bisa dikatakan krisis. Hanya saja, ia menghimbau pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan pendapatan di sektor pajak, investasi, dan melalukan pengurangan impor. “Jangan santai-santai. Bisa saja pertumbuhan ekonomi kita anjlok hingga dua persen”, katanya. Boediono juga menghimbau agar menggunakan anggaran pemerintah dilakukan secara efektif dan efisien. Pemerintah hendaknya dapat meningkatkan penyerapan anggaran dengan mempermudah investor untuk berinvestasi dengan mencabut aturan yang menghambat kemudahan investasi. (Senin, 26 Agustus 2013 Tempo.co) 

   Ide mengenai MP3EI yang dicetuskan oleh Presiden SBY pada tahun 2008 sejalan dengan pemikiran Wakil Presiden Boediono yang mungkin dapat dilakukan kembali untuk membuat keadaan ekonomi Indonesia membaik. Ketika Indonesia sempat dihantam efek krisis global tahun 2008, mulai timbul kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak selamanya dapat bergantung pada ekspor sumber daya alam, dalam hal ini batu bara, dan barang tambang yang sempat membuat perekonomian di Indonesia semakin meningkat pada tahun 2000-an. Para pelaku ekonomi harus pula ikut mendorong pengembangan industri dalam negeri untuk menciptakan sinergi dan hilirisasi, untuk menciptakan produk-produk yang memiliki nilai tambah. Kesadaran ini pula kemudian melahirkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengembangkan infrastruktur, dimana infrastruktur tersebut baik dalam bentuk fisik maupun kebijakan pemerintah sehingga dapat menumbuhkan ekonomi Indonesia semakin baik dan suatu hari nanti pula, diharapkan Indonesia tidak perlu lagi mengekspor CPO (minyak mentah), melainkan mengekspor produk turunannya seperti margarin, oleochemical, hingga bahan baku kosmetik dan farmasi, dengan nilai jual yang tentunya jauh lebih tinggi. 

Bagaimana pun perlemahan Rupiah secara otomatis akan membuat harga barang-barang impor menjadi mahal, sehingga masyarakat akan mengurangi membeli barang impor. Alhasil nilai impor Indonesia menurun, dan jika nilai ekspornya tetap, maka akan sampai pada suatu titik tertentu neraca perdagangan kita akan menjdi surplus kembali. Jadi, perlemahan rupiah bisa juga dianggap penyeimbang yang dalam jangka panjang justru bermanfaat untuk menumbuhkan perekonomian kembali. Meski memang dalam jangka pendek, perlemahan rupiah akan memberikan dampak negatif ketimbang positifnya, karena naiknya harga barang-barang impor akan menyulitkan pelaku ekonomi terutama perusahaan berbasis impor seperti distributor ponsel, farmasi, dan pakan ternak. 



NAMA            : SHINTA AMELIA DWIPUTRI
NPM               : 29211160
KELAS           : 3EB18
TUGAS           : SOFTSKILL BAHASA INDONESIA
PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT INI DENGAN POLA PENULISAN  "INDUKTIF" 

TAHUN AJARAN 2013/2014
DATE  :    # 6 OKTOBER 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar