PEREKONOMIAN INDONESIA
Keadaan
perekonomian Indonesia pada saat ini menunjukkan tanda-tanda yang kurang baik, walaupun tidak
seburuk keadaan perekonomian di tahun 1998, tetapi tidak sebaik tahun 2011 dan tahun
2012. Situasi perekonomian Indonesia dapat dikatakan dalam kondisi gawat dan
tidak pasti (bermasalah). Di dalam pertumbuhan perekonomiannya, Indonesia
sering kali di hantam masalah-masalah ekonomi dan terkena dampak krisis secara
global. Keadaan perekonomian Indonesia berfluktuasi dan dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Untuk dapat
keluar dari permasalahan ekonomi ataupun krisis ekonomi dibutuhkan hubungan
sinergis dan hilirisasi dari pemerintah, masyarakat, serta semua pelaku ekonomi
yang berperan bahu-membahu dalam menghadapi tantangan ekonomi yang datang silih
berganti. Peran aktif Pemerintah yang mendominasi, tegas dan membimbing masyarakat,
dan pelaku-pelaku ekonomi sangat diperlukan dalam pelaksanaan pemecahan solusi
masalah-masalah yang dihadapi. Pengembangan infrastruktur juga harus dilakukan,
dimana infrastruktur tersebut baik dalam bentuk fisik maupun kebijakan pemerintah
sangat dibutuhkan agar perekonomian Indonesia dapat pulih kembali dan semakin
maju.
Pada
saat ini Indonesia ikut terkena dampak dari melambatnya pertumbuhan
perekonomian dunia. Dampak langsung yang dirasakan Indonesia adalah semakin
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, yang
mengakibatkan harga-harga komoditas ekspor yang anjlok sehingga penerimaan
ekspor pun turun. Hal ini mengakibatkan penerimaan negara Indonesia lebih
sedikit dibandingkan dengan pengeluarannya (defisit membengkak). Selain
menurunnya ekspor, adanya perubahan kebijakan moneter di negara adikuasa
Amerika Serikat juga ikut mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Amerika
Serikat memperketat likuiditas global atau memperketat pembiayaan.
Wakil
Presiden Boediono menyebutkan kegawatan ekonomi saat ini belum bisa dikatakan
krisis. Hanya saja, ia menghimbau pemerintah pusat dan daerah untuk
meningkatkan pendapatan di sektor pajak, investasi, dan melalukan pengurangan
impor. “Jangan santai-santai. Bisa saja pertumbuhan ekonomi kita anjlok hingga
dua persen”, katanya. Boediono juga menghimbau agar menggunakan anggaran
pemerintah dilakukan secara efektif dan efisien. Pemerintah hendaknya dapat
meningkatkan penyerapan anggaran dengan mempermudah investor untuk berinvestasi
dengan mencabut aturan yang menghambat kemudahan investasi. (Senin, 26 Agustus
2013 Tempo.co)
Ide mengenai MP3EI yang dicetuskan oleh
Presiden SBY pada tahun 2008 sejalan dengan pemikiran Wakil Presiden Boediono
yang mungkin dapat dilakukan kembali untuk membuat keadaan ekonomi Indonesia
membaik. Ketika Indonesia sempat dihantam efek krisis global tahun 2008, mulai
timbul kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak selamanya dapat
bergantung pada ekspor sumber daya alam, dalam hal ini batu bara, dan barang
tambang yang sempat membuat perekonomian di Indonesia semakin meningkat pada
tahun 2000-an. Para pelaku ekonomi harus pula ikut mendorong pengembangan
industri dalam negeri untuk menciptakan sinergi dan hilirisasi, untuk
menciptakan produk-produk yang memiliki nilai tambah. Kesadaran ini pula
kemudian melahirkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI), dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengembangkan infrastruktur, dimana
infrastruktur tersebut baik dalam bentuk fisik maupun kebijakan pemerintah
sehingga dapat menumbuhkan ekonomi Indonesia semakin baik dan suatu hari nanti
pula, diharapkan Indonesia tidak perlu lagi mengekspor CPO (minyak mentah),
melainkan mengekspor produk turunannya seperti margarin, oleochemical,
hingga bahan baku kosmetik dan farmasi, dengan nilai jual yang tentunya jauh
lebih tinggi.
Bagaimana pun perlemahan
Rupiah secara otomatis akan membuat harga barang-barang impor menjadi mahal,
sehingga masyarakat akan mengurangi membeli barang impor. Alhasil nilai impor
Indonesia menurun, dan jika nilai ekspornya tetap, maka akan sampai pada suatu
titik tertentu neraca perdagangan kita akan menjdi surplus kembali. Jadi,
perlemahan rupiah bisa juga dianggap penyeimbang yang dalam jangka panjang
justru bermanfaat untuk menumbuhkan perekonomian kembali. Meski memang dalam
jangka pendek, perlemahan rupiah akan memberikan dampak negatif ketimbang
positifnya, karena naiknya harga barang-barang impor akan menyulitkan pelaku
ekonomi terutama perusahaan berbasis impor seperti distributor ponsel, farmasi,
dan pakan ternak.
NAMA : SHINTA AMELIA DWIPUTRI
NPM : 29211160
KELAS : 3EB18
TUGAS : SOFTSKILL BAHASA INDONESIA
PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT INI
DENGAN POLA PENULISAN "INDUKTIF"
TAHUN AJARAN
2013/2014
DATE : # 6 OKTOBER
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar